Posted By: Iman Brotoseno

Suasana hiruk pikuk porter menyambut kami yang baru saja mendarat di bandar udara Domine Eduard Osok, Sorong – Papua Barat. Semuanya menawarkan bantuan mengangkat barang barang bagasi. Perjalanan sepanjang 7 jam ini memang terasa melelahkan. Sejak jam 3 pagi kami sudah berkumpul di Bandara Soekarno Hatta untuk mengejar penerbangan pukul 5 pagi. Namun siapa yang peduli, kalau kita akan menikmati petualangan surga bawah laut yang terkenal di seluruh dunia.
Kepulauan Raja Ampat terletak di barat laut kepala burung Pulau Papua, dengan kurang lebih 1500 pulau kecil dan atoll serta 4 pulau besar yang utama, yakni Misol, Salawati, Bantata dan Waigeo. Luas area ini kurang lebih 4 juta hektar persegi darat dan lautan - termasuk sebagian teluk Cendrawasih - membuatnya sebagai taman laut terbesar di Indonesia.
Kehidupan hayati dan biota laut Raja Ampat paling kaya dan beranekaragam dari seluruh area taman laut di wilayah segitiga koral dunia, Philipina – Indonesia – Papua Nuigini. Segitiga coral ini merupakan jantung kekayaan terumbu karang dunia yang dilindungi dan ditetapkan berdasarkan konservasi perlindungan alam Internasional.
Ini adalah perjalanan ke tiga menyelam di Raja Ampat. Berbeda dengan perjalanan sebelumnya dimana tinggal di sebuah resor di daratan pulau. Kini saya dan sebelas teman lainnya, memutuskan memakai kapal untuk membawa kami berlayar selama seminggu penuh.

Memoret bawah air memerlukan ketelitian yang sangat tinggi. Ini terutama memastikan knob pengunci housing kamera atau O-ring terpasang. Sering kali karena keteledoran, kamera dan lensa seharga puluhan juta bisa rusak kemasukan air laut.

Ini disebabkan begitu kita menyelam, tidak bisa mengganti lensa yang sudah terpasang di dalam housing kamera. Variasi lensa yang saya pakai adalah Nikon 10,5 mm, 12 – 24mm, 18 -70mm, 60mm Macro dan 105mm Macro. Kadang saya menambah diopter atau doubler untuk lensa macro.
Sesuai prinsip fisika dan ketebalan air, maka spectrum warna akan berkurang semakin dalam kita menyelam. Pertama warna merah akan hilang di kedalaman 5 meter, lalu warna kuning / oranye hilang di kedalaman 10 meter, disusul warna hijau sampai akhirnya tinggal warna biru yang tersisa di kedalaman 18 meter kebawah.
Sehingga kita membutuhkan flash strobe untuk mengembalikan warna warna yang hilang tadi. Dalam pemotretan wide angle, dengan rentang light arm yang lebar saya memakai 2 buah strobe Ikelite DS 200 dan kadang mengganti – mengkombinasikan - dengan Ikelite DS 125. Lalu untuk macro photography dengan rentang arm yang lebih pendek ,saya pasang Ikelite DS 125 sebagai sumber utama dengan Ikelite DS 51 sebagai fill in cahaya.
Setelah bermalam di sebuah teluk Pulau Mioskon yang tenang, pagi ini kami akan memulai petualangan ini. Langit sangat cerah dan terlihat burung burung berterbangan menuju pucuk pucuk pohon di karang pulau. Memang sebuah awal hari yang indah.
Mike’s point dan Pulau Mioskon salah satu spot penyelaman populer di sekitar selat Dampier. Merupakan pulau karang kecil dikelilingi oleh terumbu karang plateau dengan didominasi soft coral berwarna warni serta table coral yang besar besar.


Hari hari selanjutnya dipenuhi dengan kegembiraan yang meluap luap, karena semakin sering kita menyelam, semakin sering juga mendapatkan obyek obyek photo yang – bagi underwater photografer – sulit di temui di belahan Indonesia lainnya.
Di Sardine Reef, saya melihat hiu wobegong yang tidur bersandar diatas pasir dipojok sebuah koral. Ini sejenis hiu kecil dengan pola totol totol di seluruh tubuhnya. Umumnya hiu ini hanya berdiam diri saja. Tetapi tidak untuk yang ini, tiba tiba ia melesat melayang menjauh.

Seketika saya mengikuti dari jarak yang cukup dekat dan terus mengambil gambar sepuas puasnya. Pemfokusan akurat memang lebih sulit dilakukan di bawah air. Ini karena refraksi sinar di bawah air,sehingga obyek tampak lebih dekat dan lebih besar dari aslinya. Kita harus memperhitungkan hal ini. Sehingga saya lebih sering memakai auto focus dalam memotret di bawah air, terlebih dengan obyek yang terus bergerak dan kemungkinan kita sendiri yang bermanuver di arus yang kadang cukup kencang.
Memotret dengan mode aperture priority – prioritas pada diafragma – sangat dianjurkan untuk mendapatkan depth of field yang terbaik, terutama untuk foto foto lebar wide angle. Walau kadang saya juga sering memakai mode manual jika arus tenang dan macro photography.
Tak jauh dari Sardine Reef terletak Pulau Kri yang merupakan pusat kerajaan dunia bawah air Raja Ampat. Disini ada 2 buah resort yang dikelola oleh Max Ammer, seorang Belanda yang jatuh cinta dengan Raja Ampat. Saya pernah tinggal di sini dalam beberapa tahun yang lalu. Tempat ini dapat ditempuh 2 – 3 jam menggunakan speed boat dari Sorong.
Pulau ini memiliki beberapa spot penyelaman dan Tanjung Kri adalah salah satu yang terbaik. Jumlah ikan dan varietasnya sangat mengagumkan. Dr. Gerald R Allen, seorang marine biologist dan pengarang sejumlah referensi buku buku kelautan pernah meneliti di pulau Kri. Ia mencatat ada 283 jenis ikan dalam sekali penyelaman.
Topografi disini adalah steep slope dengan terumbu karang yang cantik dan rombongan ikan ikan, termasuk primadonanya. Rombongan ikan ikan kuwe, kakap, kerapu, hiu karang, napoeleon wrasse, barracuda, tuna and giant trevally.

Kami menyempatkan berjalan jalan menyusuri pulau pulau kecil tak berpenghuni, dengan batu batu karangnya yang mencuat. Dikelilingi air yang tenang dan jernih kehijauan. Siapa yang bisa meragukan bahwa ada tempat tempat eksotik dan indah di bumi Indonesia ?
Menjelang sore kami dibawa oleh guide untuk memburu kehadiran Mandarin Fish. Ikan ikan kecil ini bermotif biru, merah, oranye seperti corak motif budaya Cina. Tidak tahu kenapa, jenis ikan ini hanya muncul sekitar magic hours – jam jam tertentu – yakni sekitar pukul 5 – 6 sore. Setelah beberapa lama menunggu, sejumlah ikan mandarin muncul dan berpose meliuk liuk dari balik fire coral dan karang karang lainnya.
Tentu saja saya sudah mempersiapkan dari atas lensa 60mm macro dan lensa 105mm macro untuk kamera satunya.

Agak kurang beruntung, saat itu jarak pandang – visibility – tidak terlalu bagus sehingga mempengaruhi hasil pemotretan. Perlu diketahui bahwa dalam penyelaman , kita sangat tergantung dengan jarak pandang bawah air. Jika cuaca bagus bisa saja jarak pandang jernih sampai 40 meter. Tetapi jika buruk karena begitu banyak partikel, kita bisa saja hanya memiliki jarak pandang sejauh 2 meter.
Diam diam seekor stone fish memperhatikan kami dari balik persembunyian, dekat propeller baling baling pesawat. Ia tak peduli ketika lampu srobe saya berkali kali menyinarinya.

Raja Ampat mewakili semuanya, daratan pulaunya yang masih perawan, laguna dan teluk yang terlindungi, pantai indah dan laut biru.
Kepulauan ini terlalu luas untuk dijelajahi dalam seminggu. Mungkin butuh waktu sebulan penuh untuk dapat mengunjungi seluruh pulau pulau yang ada. Masih banyak tempat yang menarik seperti di daerah Pulau Misol di selatan atau Wayag di ujung utara.
Saya pasti kembali lagi ke Raja Ampat. Terlalu banyak godaan untuk memotret disini.
Dalam perjalanan pulang kembali menuju Sorong, saya memandang sunset yang tiba tiba menyeruak di penghujung senja. Angin bertiup lembut memberikan suasana melankolis. Begitu indahnya Indonesia, dan kita tak pernah menyadari hal ini. Sampai sekarang.
Teriakan panggilan teman teman mengagetkan saya. Sekilas saya menoleh ke laut lepas. Langit itu masih berwarna merah kesumba.

Tips Bepergian ke Raja Ampat.
1. Penerbangan setiap hari dengan Lion Air, Merpati dan Express Air dari Jakarta ke Sorong dengan stop over di Makasar. Harga tiket berkisar antara 2,5 juta sampai 4 juta pulang pergi tergantung season.
2. Memilih dive operator yang memiliki pengalaman di kawasan ini. Ada dua cara penginapan yakni tinggal di pulau Kri, Waigeo, Mansuar dan Misol atau cara lain dengan liveaboard memakai kapal. Banyak dive operator liveaboard yang menawarkan jasa ini.
3. Bepergian dengan rombongan bisa menekan budget. Ini berguna ketika melakukan deal penawaran dengan pemilik kapal atau resort. Resor di Pulau Kri lebih mahal, berkisar 900 – 1500 euro per orang untuk 7 hari ( tidak termasuk airfares ). Mereka pada umumnya selalu memberikan harga khusus untuk warga negara Indonesia.
4. Alternatif lain resor milik Pemerintah daerah yang jauh lebih murah dan dipatok dalam rupiah.
5. Biaya charter kapal liveaboard berkapasitas maksimal 14 orang peserta, berkisar 90 – 110 juta untuk selama seminggu pelayaran
( artikel ini telah dimuat dalam Majalah FOTO VIDEO - Gramedia - Edisi Januari 2009)





0 comments:
Post a Comment